Kritik dan Esai Puisi "Idul Fitri" karya Sutadji Calzoum Bachri

                      Puisi Sutadji Calzoum Bachri
Ilustrasi datangnya hilal menandakan Idul Fitri


 Idul Fitri

Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

ngebut

di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

aku pakai sepatu sirathal mustaqim

aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

di sana


Kritik dan Esai Puisi Idul Fitri karya Sutardji Calzoum Bachri

Sutardji Calzoum Bachri merupakan tokoh sastrawan Indonesia yang terkemuka, ia masuk kedalam kelompok sastrawan Angkatan 1966-197-an. Bachri juga dikenal sebagai presiden penyair Indonesia yang lahir pada tanggal 24 Juni 1941. Puisi-puisinya dipandang sebagai pembawa nafas baru dalam dunia perpuisian di Indonesia. Selain itu, puisi-puisinya juga dianggap mudah dicerna oleh para pendengarnya. Salah satu puisi tersebut ialah “Idul Fitri”. Pada puisi ini Bachri secara garis besar menjelaskan bagaimana seorang Muslim pada saat bulan Ramadhan.

 

Dalam agama Islam terdapat dua Hari Raya, yakni Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Sebelum menenuaikan ibadah Hari Raya Idul Fitri, setiap orang muslim memiliki kewajiban untuk menenuaikan ibadah puasa di Bulan Ramadhan, seperti pada larik “Telah kulaksanakan ibadah puasa ramadhanku”.

 

Di Bulam Ramadhan setiap Muslim berlomba-lomba mendekatkan diri pada Allah, karena pahala yang didapatkan dilipat gandakan dari hari-hari biasa. Segala bentuk ibadah dilakukan demi mendapat pahala, baik ibadah yang bersifat wajib maupun bersifat sunnah.

Telah kutegakkan sholat malam

Telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

 

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, pasalnya di bulan ini terdapat peristiwa turunnya Al-Qur’an dari Lauful Mahfuds ke Baitul Izzah atau yang biasa kita sebut Malam Lailatul Qadr. Di malam itu, Malaikat Jibril dan Malaikat lainnya turun ke Bumi mengatur segala urusan. Keistimewaan malam ini tidak hanya turunnya malaikat ke Bumi, namun juga malam penuh keberkahan dan melipat gandakan setiap amalan baik manusia melebihi seribu bulan. Oleh karena itu, malam Lailatul Qadr juga dijuluki sebagai malam seribu bulan. 

 

Namun, umat Islam tidak ada satupun yang tahu kapan terjadinya Malam Lailatul Qadr. Di Indonesia, umat Islam memprediksi jatuhnya Malam Lailatul Qadr pada tanggal 21, 23, 25, 27, 29 bulan Ramadhan.  Seringnya umat Islam belum menemui Malam Lailatul Qadr, seperti pada larik

Dan di malam-malam Lailatul Qadr akupun menunggu

Namun tak bersua jibril atau malaikat lainnya

 

Puncak dari ibadah puasa umat Islam ialah melaksanakan sholat Id, setelah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Sholat Id merupakan bentuk penyucian diri dari segala dosa yang diperbuat umat Islam. Segala dosa yang telah diperbuat tersebut akan Allah ampuni apabila hambanya melaksanakan kewajiban puasa sebulan penuh dan menutupnya dengan ibadah sholat Id Fitri, sehingga seorang Muslim akan menjadi seperti manusia yang terlahir kembali tanpa dosa, sebagaimana dijelaskan pada larik berikut

Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

Aku pakai sepatu sirathal mustaqim

Aku pun lurus menuju lapangan tempat sholat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

Di sana

 

Pada puisi Idul Fitri  Bachri juga mempresentasikan bagaimana seseorang yang bertaubat dari maksiat dan kembali ke jalan Allah. Pada awal puisi terdapat larik Lihat, Pedang tobat ini menebas-nebas hati, dari masa lampau yang lalai dan sia secara ekplisit dapat dimaknai sebagai seseorang yang bertaubat pasti akan menyesali masa lalunya yang melalaikan kewajibannya dan menyia-nyiakan waktunya. Orang yang bertaubat juga akan selalu ikhlas melaksanakan kewajibannya serta  menjalankan sunnah tanpa paksaan, sebagaimana yang dijelaskan pada larik

Telah kulaksanakan ibadah puasa ramadhanku

Telah kutegakkan sholat malam

Telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Yang tak hanya nuju Ka’bah

Tapi ikhlas mencapai hati dan darah

 

Setiap seseorang yang benar-benar bertaubat akan merasakan kerinduan terhadap Allah setiap melaksanakan sholatnya, terutama saat sholat malam. Maka aku girang-girangkan hatiku, Aku bilang: Tardji rindu yang kau wudhukan setiap malam. Sholat yang menjadi perantara mendekatkan diri kepada Allah akan membuat seorang Muslim merasa rindu terhadap-Nya. Rindu terhadap Allah akan membawa keberkahan hidup, sebagaimana dalam larik Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab cinta. Dengan sholat, seorang yang bertaubat dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Semakin dekat dengan Allah seorang yang bertaubat tersebut akan selalu teringat terhadap masa lalunya yang suram, yang dijelaskan pada larik

Semakin mendekatkan aku padanya

Dan semakin dekat

Semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai

 

Puncak berhasilnya orang yang bertaubat yakni Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus, yang secara implisit dapat dimaknai konsisten senantiasa melaksanakan ibadahnya dan berbuat baik. Kukenakan zirah la illah illallah, secara implisit dapat dimaknai menguatkan imannya bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Aku pakai sepatu sirathal mustaqim, secara implisit dapat dimaknai berjalan di atas jalan yang lurus (jalan kebenaran), senantiasa menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan agama. Hingga pada akhirnya Dan kurayakan kelahiran kembali di sana, secara implisit dapat dimaknai sebagai seorang yang bertaubat telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah.

 


0 Response to "Kritik dan Esai Puisi "Idul Fitri" karya Sutadji Calzoum Bachri"

Posting Komentar

Blog ini dilindungi oleh DMCA